Ini Faktor Pemicu Wanita Depresi
A
A
A
JAKARTA - Beragam masalah pribadi, rumah tangga maupun pekerjaan kerap membuat wanita stress, bahkan depresi. Tidak itu saja, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi perempuan mengalami depresi, seperti siklus menstruasi yang lebih rendah dan menopause dini.
Penelitian yang dilakukan American Menopause Society (NAMS) Amerika Utara menunjukkan durasi paparan estrogen yang lebih lama dari awal menstruasi sampai onset menopause dikaitkan secara signifikan dengan penurunan risiko depresi selama masa transisi menuju menopause dan sampai 10 tahun pasca menopause.
Disamping itu, durasi penggunaan kontrasepsi yang lebih lama juga dikaitkan dengan penurunan risiko depresi, namun jumlah kehamilan atau kejadian menyusui tidak memiliki hubungan dalam hal tersebut.
"Wanita lebih rentan terhadap gejala depresi selama dan setelah transisi menopause karena perubahan hormon yang berfluktuasi. Studi ini juga menemukan risiko depresi yang lebih tinggi pada mereka yang memiliki menopause dini, siklus menstruasi lebih sedikit karena umur, atau lebih banyak hot flashes (gejala yang dialami wanita di masa transisi menopause)," kata Direktur Eksekutif American Menopause Society (NAMS) Amerika Utara Joann Pinkerton.
Penelitian sebelumnya, seperti dikutip Boldsky, telah membahas mengenai peran hormon reproduksi dalam menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap depresi. Namun, studi baru yang melibatkan lebih dari 1.300 wanita pra-menopause yang menstruasi secara teratur berusia 42 sampai 52 tahun ini berfokus pada efek estradiol atau hormon estrogen yang dominan hadir selama tahun-tahun reproduksi.
"Wanita atau orang-orang disekitarnya perlu mengenali gejala depresi seperti perubahan mood, kehilangan kesenangan, perubahan berat badan atau tidur, kelelahan, merasa tidak berharga, tidak dapat membuat keputusan, atau merasa terus-menerus sedih dan kemudian melakukan tindakan yang tepat" jelas Joann.
Penelitian yang dilakukan American Menopause Society (NAMS) Amerika Utara menunjukkan durasi paparan estrogen yang lebih lama dari awal menstruasi sampai onset menopause dikaitkan secara signifikan dengan penurunan risiko depresi selama masa transisi menuju menopause dan sampai 10 tahun pasca menopause.
Disamping itu, durasi penggunaan kontrasepsi yang lebih lama juga dikaitkan dengan penurunan risiko depresi, namun jumlah kehamilan atau kejadian menyusui tidak memiliki hubungan dalam hal tersebut.
"Wanita lebih rentan terhadap gejala depresi selama dan setelah transisi menopause karena perubahan hormon yang berfluktuasi. Studi ini juga menemukan risiko depresi yang lebih tinggi pada mereka yang memiliki menopause dini, siklus menstruasi lebih sedikit karena umur, atau lebih banyak hot flashes (gejala yang dialami wanita di masa transisi menopause)," kata Direktur Eksekutif American Menopause Society (NAMS) Amerika Utara Joann Pinkerton.
Penelitian sebelumnya, seperti dikutip Boldsky, telah membahas mengenai peran hormon reproduksi dalam menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap depresi. Namun, studi baru yang melibatkan lebih dari 1.300 wanita pra-menopause yang menstruasi secara teratur berusia 42 sampai 52 tahun ini berfokus pada efek estradiol atau hormon estrogen yang dominan hadir selama tahun-tahun reproduksi.
"Wanita atau orang-orang disekitarnya perlu mengenali gejala depresi seperti perubahan mood, kehilangan kesenangan, perubahan berat badan atau tidur, kelelahan, merasa tidak berharga, tidak dapat membuat keputusan, atau merasa terus-menerus sedih dan kemudian melakukan tindakan yang tepat" jelas Joann.
(tdy)